Sunday, March 1, 2015

Simposium Pendidikan Tahun 2015 Bahas Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional dengan Tema “Membumi-landaskan Revolusi Mental dalam Sistem Pendidikan Indonesia”

Sahabat Edukasi yang berbahagia….

Simposium pendidikan merupakan sebuah pertemuan dengan beberapa pembicara kompeten yang mengemukakan beberapa aspek yang terkait dengan pendidikan untuk menerbitkan beberapa hasil yang tentunya berguna dalam upaya peningkatan kualitas ataupun mutu pendidikan di Indonesia.

Oleh karena itu, sehubungan dengan simposium pendidikan yang diselenggarakan oleh Kemendikbud RI tahun 2015 ini, berikut informasi selengkapnya dari Ditjen Dikdas :

Salah satu materi yang dibahas dalam Simposium Pendidikan Nasional adalah Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional. Materi ini merupakan satu dari enam materi lain di bawah tema “Membumi-landaskan Revolusi Mental dalam Sistem Pendidikan Indonesia”, yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP), pada 24-25 Februari 2015, di Gedung Ki Hadjar Dewantara, Kemdikbud, Senayan, Jakarta.

Sebagaimana termaktub dalam salah satu bahan diskusi Simposium Pendidikan Nasional dengan judul “Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional”, disebutkan bahwa Kurikulum 2013 telah menuai polemik karena dinilai masih kurang sempurna. Salah satu rekomendasi dalam bahan diskusi ini adalah pengkajian ulang Kurikulum 2013.

Melihat hal tersebut, Dr. Hery Widiyastono, salah satu peserta Simposium Pendidikan Nasional dalam kelompok Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional, mengatakan bahwa polemik itu merupakan hal yang wajar.

Bagi kami, tim pengembang kurikulum, itu tidak masalah. Di negara maju sekali pun, hal itu baru mapan setelah 3 tahun. Tahun pertama dan kedua itu memang masih goyah,” ujar Hery, yang merupakan Kepala Bidang Kurikulum dan Perbukuan Pendidikan Menengah, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud, saat jeda diskusi di Gedung Ki Hadjar Dewantara Komplek Kemdikbud, Selasa, 24 Februari 2015.

Hery menyebutkan, ada beberapa sebab yang memicu polemik seputar Kurikulum 2013. Pertama, guru belum membaca dokumen secara utuh. Kedua, guru sudah membaca tapi tidak paham; dan ketiga, atau karena dokumen kurikulumnya yang tidak sempurna.

“Nah, mudah-mudahan yang ikut di sini, itu sudah membaca dokumen secara utuh, sehingga ketidakpahamannya itu bukan karena tidak membaca, namun karena dokumennnya yang perlu disempurnakan,” ujar Hery.

Simposium dan Keterlibatan Publik

Pada masa kepemimpinan Anies Baswedan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini, keterlibatan publik memiliki ruang yang sangat lebar. Ini bisa dilihat pada Simposium Pendidikan Nasional yang akan berakhir pada esok hari, Rabu, 25 Februari 2015.

Pada simposium ini, perwakilan masyarakat diajak diskusi membahas hal-hal strategis seperti Akses dan Keterjangkauan, Anggaran Pendidikan, Revitalisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional, Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Guru, serta Penataan dan Pemerataan Guru.

Perwakilan masyarakat tersebut adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP), yaitu kumpulan organisasi masyarakat sipil yang melakukan kerja dan advokasi untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. KMSTP terdiri dari Indonesian Corruption Watch(ICW), Article 33 Indonesia, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Pattiro, dan NEW Indonesia.

Mengenai keterlibatan publik ini, Anies Baswedan mengatakan bahwa pendidikan sebagai sebuah gerakan membutuhkan keterlibatan publik.

“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara sadar melakukan pelibatan publik dalam bersama-sama mengurusi pendidikan di negeri ini. Pelibatan publik juga penting untuk memperkuat efektivitas birokrasi pendidikan,” kata Mendikbud yang hadir pada Simposium Pendidikan Nasional bersama para pejabat eselon I dan eselon II Kemdikbud.

Sementara itu, perwakilan dari KMSTP, Febri Hendri, mengatakan bahwa penyelenggaraan Simposium Pendidikan Nasional ini merupakan sejarah keterlibatan masyarakat sipil, yang dapat berinteraksi secara langsung dengan jajaran pejabat Kemdikbud.

“Kami mengapresiasi inisiatif Mendikbud yang membuka ruang bagi masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses kebijakan berskala nasional ini,” kata Febri Hendri, yang merupakan Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW). (M. Adib Minanurohim)

Lihat 6 (enam) hasil Simposium Pendidikan Nasional Tahun 2015 selengkapnya pada links berikut. Semoga bermanfaat dan terimakasih....

0 comments:

Post a Comment

Demi Kemajuan Ilmu Pengetahuan tentang Sekolah Standar Nasional silahkan tinggalkan Komentar yang sifatnya membangun. Terima Kasih atas kunjungannya...